Aliran Seni Lukis
1. Realisme
Realisme di
dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana
tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel atau interpretasi
tertentu. Maknanya bisa pula mengacu kepada usaha dalam seni rupa unruk
memperlihatkan kebenaran, bahkan tanpa menyembunyikan hal yang buruk
sekalipun.
2.
Surrealisme
Lukisan dengan aliran
ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi.
Pelukis berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah
setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa
dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya. Salah satu tokoh yang
populer dalam aliran ini adalah Salvador Dali.
3. Kubisme
Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap objek ke
dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Salah satu
tokoh terkenal dari aliran ini adalah Pablo Picasso.
4. Romantisme
Merupakan
aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan
aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap
objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar
belakang lukisan.Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan
Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri
di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden
Saleh.
5. Abstraksionisme
Adalah usaha
untuk mengesampingkan unsur bentuk dari lukisan. Abstraksi berarti tindakan
menghindari peniruan objek secara mentah. Unsur yang dianggap mampu memberikan
sensasi keberadaan objek diperkuat untuk menggantikan unsur bentuk yang dikurangi
porsinya.
6. Ekspresionisme
Berusaha
menampilkan emosional atau sensasi dari dalam di hubungkan dengan tragedi atau
apa yang terjadi. Definisi lain adalah kebebasan distorsi bentuk dan warna
untuk melahirkan emosi ataupun menyatakan sensasidari dalam (baik objeknya
maupun senimannya).
7. Impresionisme
Berusaha
menampilkan kesan yang di tangkap dari objek. Yang menjadi masalah dalam hal
teknik adalah Sebagian kaum impresionis sangat mementingkan warna yang di
timbulkan oleh bias cahaya,namun akdemisi mementingkan garis.
8. Fauvisme
Nama
faufisme diberikan oleh seoramg kritikus bernama LouisVauxceles yang terkejut
melihat liarnya sekelompok artis muda yang sedang berpameran di salon
d’Automne, tahun 1905. Menurut matisse yang menjadi tokoh dalam aliran ini,
Faufisme adalah suatu reaksi terhadap post impressionime yang mempunyai tekni
yanglamban dan lambat, dan jugamempunyai teoridevision yang kurang tepat.
Aliran ini masih di pengaruhi oleh teorinya cezane tentang impressionisme.
Bahwa tatanan warna masih harus mempunyai struktur yang kuat, yang di bangun
hubungan interaksi antara warna-warna tertentu. Faufisme masih memakai teori
initetapi lebih di kembangkan lagi, ialahbahwa warna-warna itu jika diamati,
kemudianharus di padatkan lagi dan di olah lagi. Disamping itu juga menentukan
sikap bahwa tidak ada pendahuluan secara teoritis terhadap warnaagar coco untuk
suatu pembentukan objek. Tokoh yang terkenal dlam aliran ini adalah Matisse.
9. Naturalisme
Seni lukis
yang sangat mengandalkan skil atau ketrampilan tangan sehingga hasilnya
terlihat alami, persis seperti fotografi berwarna.
10. Dadaisme
Ciri khas
dari karya dadaisme adalah sini dan tidak mau ilusi atau ketiadaan ilusi. Yang
kemudian diungkapkan dalam bentukmain-main, mistis, sesuatu yang menimbulkan
goncangan jiwa yang mendadak,juga ada tanda-tanda merusak yang telah ada,
sesuai dengan sifat lingkungan perang.
Sejarah Seni Lukis
Seni
lukis adalah salah satu induk dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni
lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari drawing. Sejarah
Seni Lukis akan kami coba ulas dalam beberapa tulisan, sebagai berikut :
Sejarah
Seni Lukis pada Zaman prasejarah
Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar.
Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang
lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua
untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan mereka.
Semua kebudayaan di dunia mengenal seni lukis. Ini disebabkan karena lukisan
atau gambar sangat mudah dibuat. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya
dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan
lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan
orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu
menyemburnya dengan kunyahan daun-daunan atau batu mineral berwarna.
Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih
bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan
selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa
lain seperti seni patung dan seni keramik.
Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding,
lantai, kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia,
sifat ini disebut juga dengan dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar). Seiring
dengan perkembangan peradaban, nenek moyang manusia semakin mahir membuat
bentuk dan menyusunnya dalam gambar, maka secara otomatis karya-karya mereka
mulai membentuk semacam komposisi rupa dan narasi (kisah/cerita) dalam
karya-karyanya.
Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang,
dan obyek-obyek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut.
Bentuk dari obyek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut
citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap obyeknya.
Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa
besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh
pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan
dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam obyek menjadi
berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.
Pencitraan ini menjadi sangat penting karena juga dipengaruhi oleh imajinasi.
Dalam perkembangan seni lukis, imajinasi memegang peranan penting hingga kini.
Pada mulanya, perkembangan seni lukis sangat terkait dengan perkembangan
peradaban manusia. Sistem bahasa, cara bertahan hidup (memulung, berburu dan
memasang perangkap, bercocok-tanam), dan kepercayaan (sebagai cikal bakal
agama) adalah hal-hal yang mempengaruhi perkembangan seni lukis. Pengaruh ini
terlihat dalam jenis obyek, pencitraan dan narasi di dalamnya. Pada masa-masa
ini, seni lukis memiliki kegunaan khusus, misalnya sebagai media pencatat
(dalam bentuk rupa) untuk diulangkisahkan. Saat-saat senggang pada masa
prasejarah salah satunya diisi dengan menggambar dan melukis. Cara komunikasi
dengan menggunakan gambar pada akhirnya merangsang pembentukan sistem tulisan
karena huruf sebenarnya berasal dari simbol-simbol gambar yang kemudian
disederhanakan dan dibakukan.
Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat
prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada
mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa
bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak
lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam
cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga
mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka
bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi
kegiatan seni.
Sejarah Seni Lukis di Indonesia
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya
penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman
itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan
aliran ini. Awalnya pelukis Indonesia lebih sebagai penonton atau asisten,
sebab pendidikan kesenian merupakan hal mewah yang sulit dicapai penduduk
pribumi. Selain karena harga alat lukis modern yang sulit dicapai penduduk
biasa.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang
asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang
dipraktekkan pelukis Belanda.
Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke
Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan
menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa.
Namun seni lukis Indonesia tidak melalui
perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya
pun tidak melalui tahapan yang sama.
Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis
Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah
"kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia
dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada
kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu.
Para pelukis kemudian beralih kepada potret nyata kehidupan masyarakat kelas
bawah dan perjuangan menghadapi penjajah.
Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang
semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang
lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk
melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih
memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu,
sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai
penyampai pesan dan alat propaganda, namun lebih sebagai sarana ekspresi
pembuatnya. Keyakinan tersebut masih dipegang hingga saat ini.
Perjalanan seni lukis kita sejak perintisan R. Saleh
sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan
konsepsi.
Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai
tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang
membuahkan seni alternatif, dengan munculnya seni konsep (conceptual art):
“Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok
kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai
alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis
konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi
sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis
alternatif investasi.
Sumber : berbagai sumber
Comments